Kisahku
sebagai Anak Adopsi
Hal pertama
yang memulai kenyataan bahwa aku seorang anak adopsi / pungut ketika aku kelas
5 SD. Ketika aku pulang dari sekolah dan melewati rumah tetanggaku terdengar teriakan
" Anak pungut lewat! " Teriakan itu berulang kali kudengar setiap aku
pulang sekolah.Awalnya aku cuek saja tapi semakin lama aku bingung, kenapa
setiap aku lewat rumah tetanggaku selalu mendengar ucapan itu. Padahal saat aku
lewat hanya aku seorang diri, muncul pertanyaan dalam benakku "Siapa yang
dimaksud Anak pungut itu ?"
Hingga suatu hari ketika aku pulang sekolah dan mendengar teriakan itu, aku mendatangi rumah tetanggaku itu dan bertanya siapa yang dimaksud anak pungut tersebut. Alangkah kagetnya ketika tetanggaku menjawab "Kamu kan anak pungut! Mang ga tahu?" Ucapan itu terasa petir secara aku masih kecil, masih kelas 5 SD.
Aku lari pulang sambil menangis. Sampai rumah kutemui mamaku, ku bertanya "mama, kata tetangga di ujung aku anak pungut! Bener itu ma?" Mamaku sangat kaget dan ikut menangis karena melihat tangisku. Mama memelukku dan berkata "iya , kamu anak angkat. Kamu BUKAN ANAK KANDUNG papa dan mama" Saat mendengar pernyataan itu langsung aku menangis menjerit. Aku bertanya ke mamaku "Siapa mama kandungku?" lalu mamaku masuk ke kamar , mengambil sesuatu dari dalam lemari. Ternyata mamaku mengambil sebuah surat yang terlihat sudah lusuh. Mamaku menyodorkan surat tersebut dan menyuruhku membacanya. Kubuka suratnya dan kubaca tulisan tangan, disitu dijelaskan bahwa aku diserahkan untuk diadopsi tapi yang kusesalkan aku tidak ingat sampai sekarang siapa nama ayahku kandungku yang tertera di surat itu.
Anak seusiaku masih kelas 5 SD dipaksa untuk mengerti dan mengetahui asal-usulku yang sebenarnya. Usia yang seharusnya belum pantas mengetahui semua itu. Sejak saat itu aku merasa minder dan malu dengan lingkungan di rumahku. Terutama pada teman sebayaku ketika aku ingin bermain bebas seperti mereka aku hanya bisa terdiam merenung di kamar.
Hari terus berjalan, setelah kejadian itu sikap mamaku berubah drastis kepadaku. Awalnya sebelum kejadian itu, mamaku selalu baik dan sangat sayang kepadaku secara aku adalah anak perempuan tunggalnya. Hari demi hari sikap dan ucapan mamaku semakin kasar.
Setiap hari aku harus belajar dengan keras untuk mendapat nilai yang paling sempurna, jika nilai ulanganku mendapat nilai 7, aku langsung dihukum, aku dipukul dengan sapu lidi, ditampar, tidak boleh nonton tv.
Bahkan kalau aku ada PR sekolah tapi tidak bisa mengerjakan pasti aku langsung dibentak, dimarahi kasar.
Satu malam, aku lupa aku kelas
berapa tapi pastinya aku masih SD. Aku belajar ulangan IPS, sudah 2 jam aku
belajar menghafal tapi aku tetap tidak bisa saat ditanya jawab oleh mamaku.
Saat aku salah menjawab, mamaku langsung memukulku hingga akhirnya aku disuruh
belajar lagi sampai jam 9 malam, tapi tetap saja aku ga bisa jawab saat tanya
jawab dengan mamaku, entah ada apa dengan diriku saat itu hingga tidak ada 1
pun materi pelajaran yang masuk ke otakku. Setelah nilai ulangan dibagi,
ternyata aku dapat nilai 67. Aku takut sekali saat itu, takut dimarahi. Sampai
dirumah aku tunjukkan hasil ulanganku ke mamaku dengan sangat takut. Ternyata
benar mamaku marah besar, dia berkata "Dasar anak bego! Ulangan begini aja
cuma dapat 67! Dasar anak pungut, uda bagus diurus tapi ga tau terima kasih!
Kalau gue ga pungut, udah mati di tong sampah"
Hati ini sangat sakit mendengar ucapan itu, hari terus berjalan, aku yang seharusnya menikmati masa kecil yang menyenangkan tapi harus dihadapkan dengan situasi yang sangat menyedihkan dan menyakitkan. Kalimat "Dasar anak pungut, uda bagus diurus tapi ga tau terima kasih! Kalau gue ga pungut, udah mati di tong sampah" itu selalu teringat di benakku yang membuatku untuk hidup mandiri, memaksaku untuk bisa mengatasi setiap masalah yang ada dengan harapan bahwa aku tidak mengecewakan orang tua angkatku nantinya. Ku berpikir hanya itu yang bisa kulakukan supaya orang tua angkatku setidaknya bisa menerima.
Ibuku juga selalu bilang "Jadi anak jangan nyusahin orang tua! Jangan suka nambah masalah, kamu itu anak pungut. Kalau sakit jangan ngerengek minta diurus" Kalimat itu sebagai pecut dalam hidupku, aku berjanji pada diri sendiri untuk bisa melakukan dan mengerjakan sesuatu sendiri dan tidak pernah mau merepotkan orang tuaku.
Berbagai tantangan kualami, pandangan miring dari lingkungan tetangga sekitar rumah dan juga pandangan miring dari keluarga besar kedua orang tua angkatku. Karena mereka tahu statusku sebagai anak adopsi maka aku juga dikucilkan oleh saudara sepupuku baik dari mama atau dari papa.
Ketika
aku beranjak dewasa, SD,SMP pun terlewati dengan kondisi yang bisa aku katakana
sangat tidak aku harapkan. Terkadang aku melamun membayangkan teman-temanku.
Alangkah bahagyanya mereka berangkat sekolah ada yang mengantar, mendapatkan
kasih sayang dan yang buat aku semakin tergores hatinya ketika terjadi
perkumpulan wali murid ibu angkatku tidak mau menghadirinya.
Katanya malu mempunyai anak pungut
kaya aku. Memang ayahku tidak se kejam ibuku, sekali-kali pernah memberi aku
uang buat jajan. Ayahku sebagai seorang pedagang usut tinusut mempunyai seorang
istri lagi di kota. ayah angkatku pulangnya tidak menentu kadang 1 bulan sekali
kadang bias nyampe 2 bulan baru pulang. Hubunganku dengan ayah angkatku pun
terbilang kaku, dia tipe orang yang pendiam dan tidak begitu banyak bicara.
Ibuku sebetulnya ingin sekali
menceraikannya tetapi apalah daya siapa yang menjadi tulang punggung keluarga
ini. Jikalau menghandalkan uang kiriman dari kakaku yang ke-tiga pasti tidak
mencukupi buat kehidupan sehari-hari. aku ingin sekali mengetahui siapa ayah dan
ibuku yang sesungguhnya. Sebetulnya terbesut juga keinginan untuk membahagiakan
kedua orangtua angkatku untuk sekedar membuat dia tersenyum padaku pun susah
bukan main.
Ketika aku duduk di kelas 2 SMA aku
mengikuti lomba mametika karena mengikuti loba aku pulang pasti sore. Ibuku pun
sering mengomel "jadi anak itu yang rajin, harus ngerti pekerjaan ruma''
akupun bilang aku akan mengikuti lomba bu, akan tetapi ibuku memaki dengan alas
an apa untungnya lomba tidak menghasilkan uang tandasnya. Memang ibu angkatku
bisa dibilang materialis terutama dalah hal uang. Singkat cerita akupun
berhasil menjadi juara 2 dalam lomba itu. Ibuku yang mengetahuinya pun
tersenyum kepadaku sembaru berkata "nah kaya gitu jadi gak sia-sia aku
pungu kamu" medengar kata-kata itu akupun mencoba sabar karena kebetulan
ada teman-temanku yang sedang main kerumahku. Untungnya aku mempunyai teman
yang dibilang sangat baik kepadaku. Teman-temanku banyak yang mengetahui
tentang ibu angkatku yang super menjengkelkan.
Teman-temanku pun cenderung kasihan
terhadapku memang si banyak yang bilang kepadaku kalo butuh apa-apa bilang saja
kita bias bantu kata mereka. Akan tetapi pengalam di masa kecilku selalu
mengingatkan serta memaksaku untuk harus berbuat mandiri. Aku yakin suatu
ketika aku bias sukses dan membuat orangtua angkatku kagum kepadaku.
Waktu
berjalan dengan begitu cepat, aku pun telah lulus sma. Kini aku bekerja di
alfamart sebagai kasir. Gajihku pun tidak seberapa tapi ya aku syukuri cukup
untuk menghidupi aku dan ibu angkatku di rumah. Ayah angkatku sekarang sudah
mulai sakit-sakitan.
Anehnya ketika ayah angkatku jatuh
sakit pasti pulang kesini tidak di rumah istri mudanya. Memang semenjak aku
lulus sekolah ibuku tidak begitu bawelnya memarahi aku. Kini cenderung menurun
tingkat emosinya mungkin karena factor usia yang sudah mulai menua.
Ketika ayah dirumah dan sakit
akulah yang merawatnya, iya walaupun aku bukan anak kandungnya tetap aku masih
bersyukur ada yang meng adopsiku walaupun tidak aku harapka kehidupan yang
seperti ini aku alami. Ketiga kakak angkatku sangat tidak menyukai ayah
angkatku. Ketika ayah di rumah pasti kakaku yang belum menikah enggan tidur di
rumah. Aku sangat kasihan terhadap ayah angkatku. Ketika dia sedang sakit-sakitan
ehh anak-anaknya tidak memerhatikannya. Mungkin itu semua terjadi karena ayah
angkatku menikah lagi. Dan kasih sayang terhadap keluarganya berkurang.
Sebagai
seorang anak angkat akupun mengerti akan hak-hakku di rumah ini, singkat cerita
ayahkupun meninggal. Kami pun tak sangat bersedih. Memang sih dalam hati aku
tak begitu sedih mungkin karena kebenciaaanku terhadap ibuku. Akan tetapi
akupun senantiasa mendoakannya.
20 tahun sudah aku lewati hidup ini
tanpa aku mengetahui siapa sebenarnya ke dua orang tua kandungku. Hati ini tak
hentinya mengeram dan menjerit ingin sekali aku bertemu ayah dan ibu kandungku
yang telah melahirkanku. Suatu ketika aku pun memberanikan diri menanyakan
sesuatu kepada ibuku. Sebetulnya akupun sudah siap mengambil resiko jika
menanyak hal ini pasti ibu angkatku marah besar bahkan mungkin bias mengusir
aku dari rumah ini, akan tetapi tekad ku pun sudah bulat aku ingin sekali
menanyaka siapa sebetulnya orang tuaku. Ketika selesai pulang dari pekerjaanku
akupun memasak sembari membersihkan rumah. Setelah selesai membuat masakan
akupun memangggil ibu angkatku untuk mengajak makan bersama sambil menonton tv
"bu, ini aku masakin nasi goring ayok kita makan bareng" ibuku pun
mau makan bersamaku. Kemudian sambil makan aku bertanya "bu, boleh nggak
aku nanya suatu hal" sambil meluluhkan hatinya akupun berbicara panjang
lebar mengenai kehidupan teman temanku yang punya orang tua kandung. Ibuku pun
menangi sembari memeluku. Beliau Minta maaf terhadapku selama ini telah memaki
memarahi aku. Aku pun bilang "iya bu akupun minta maaf selama ini banyak
nyusahiin ibu" ibukupun menceritakan tentang semuanya saat dia
mengadopsiku. Bahkan ibukupun tidak tahu siapa sebenarnya ibu kandungku
sebetulnya. Yang dia ceritakan ibu kandungku tidak sanggup menghidupi kelak.
Kata dia ayah kandungku telah meninggal dunia sebelum aku lahir.
Alangkah teririsnya hati ini,
perasaan yang sangat sangat tidak aku inginkan. Rasanya ingin segera
meninggalkan dunia ini. Sempat berkata kenapa tuhan tidak adil terhadapku,
kenapa aku harus mengalami semua ini, kenapa orang tuaku begitu kejam
terhadapku. Akupun segera memeluk ibu angkatku sambil berkata "ibu aku
udah gak punya siapa-siapa lagi keculai ibu" ibu angkatkupun tanpa aku
sadari meeluku dengan eratnya sembari menangis terseduh-terseduh sembali
berkata "berulang-ulang maafkan ibu nak, maafkan ibu nak"
Semenjak
kejadian itupun aku dan ibu angkatku mulai harmonis. Sekarang ketiga kakak
angkatku sudah memppunyai rumah tangga masing-masing. Tinggal aku yang belum
menikah. Ibuku pun berpesan jika aku menikah dia harap aku tetap di tinggal
bersamanya.