Selasa, 12 April 2016

Kisahku sebagai Anak Adopsi

Kisahku sebagai Anak Adopsi
Hal pertama yang memulai kenyataan bahwa aku seorang anak adopsi / pungut ketika aku kelas 5 SD. Ketika aku pulang dari sekolah dan melewati rumah tetanggaku terdengar teriakan " Anak pungut lewat! " Teriakan itu berulang kali kudengar setiap aku pulang sekolah.Awalnya aku cuek saja tapi semakin lama aku bingung, kenapa setiap aku lewat rumah tetanggaku selalu mendengar ucapan itu. Padahal saat aku lewat hanya aku seorang diri, muncul pertanyaan dalam benakku "Siapa yang dimaksud Anak pungut itu ?"

Hingga suatu hari ketika aku pulang sekolah dan mendengar teriakan itu, aku mendatangi rumah tetanggaku itu dan bertanya siapa yang dimaksud anak pungut tersebut. Alangkah kagetnya ketika tetanggaku menjawab "Kamu kan anak pungut! Mang ga tahu?" Ucapan itu terasa petir secara aku masih kecil, masih kelas 5 SD.
Aku lari pulang sambil menangis. Sampai rumah kutemui mamaku, ku bertanya "mama, kata tetangga di ujung aku anak pungut! Bener itu ma?" Mamaku sangat kaget dan ikut menangis karena melihat tangisku. Mama memelukku dan berkata "iya , kamu anak angkat. Kamu BUKAN ANAK KANDUNG papa dan mama" Saat mendengar pernyataan itu langsung aku menangis menjerit. Aku bertanya ke mamaku "Siapa mama kandungku?" lalu mamaku masuk ke kamar , mengambil sesuatu dari dalam lemari. Ternyata mamaku mengambil sebuah surat yang terlihat sudah lusuh. Mamaku menyodorkan surat tersebut dan menyuruhku membacanya. Kubuka suratnya dan kubaca tulisan tangan, disitu dijelaskan bahwa aku diserahkan untuk diadopsi tapi yang kusesalkan aku tidak ingat sampai sekarang siapa nama ayahku kandungku yang tertera di surat itu.

Anak seusiaku masih kelas 5 SD dipaksa untuk mengerti dan mengetahui asal-usulku yang sebenarnya. Usia yang seharusnya belum pantas mengetahui semua itu. Sejak saat itu aku merasa minder dan malu dengan lingkungan di rumahku. Terutama pada teman sebayaku ketika aku ingin bermain bebas seperti mereka aku hanya bisa terdiam merenung di kamar.
            Hari terus berjalan, setelah kejadian itu sikap mamaku berubah drastis kepadaku. Awalnya sebelum kejadian itu, mamaku selalu baik dan sangat sayang kepadaku secara aku adalah anak perempuan tunggalnya. Hari demi hari sikap dan ucapan mamaku semakin kasar.
Setiap hari aku harus belajar dengan keras untuk mendapat nilai yang paling sempurna, jika nilai ulanganku mendapat nilai 7, aku langsung dihukum, aku dipukul dengan sapu lidi, ditampar, tidak boleh nonton tv.
Bahkan kalau aku ada PR sekolah tapi tidak bisa mengerjakan pasti aku langsung dibentak, dimarahi kasar.

Satu malam, aku lupa aku kelas berapa tapi pastinya aku masih SD. Aku belajar ulangan IPS, sudah 2 jam aku belajar menghafal tapi aku tetap tidak bisa saat ditanya jawab oleh mamaku. Saat aku salah menjawab, mamaku langsung memukulku hingga akhirnya aku disuruh belajar lagi sampai jam 9 malam, tapi tetap saja aku ga bisa jawab saat tanya jawab dengan mamaku, entah ada apa dengan diriku saat itu hingga tidak ada 1 pun materi pelajaran yang masuk ke otakku. Setelah nilai ulangan dibagi, ternyata aku dapat nilai 67. Aku takut sekali saat itu, takut dimarahi. Sampai dirumah aku tunjukkan hasil ulanganku ke mamaku dengan sangat takut. Ternyata benar mamaku marah besar, dia berkata "Dasar anak bego! Ulangan begini aja cuma dapat 67! Dasar anak pungut, uda bagus diurus tapi ga tau terima kasih! Kalau gue ga pungut, udah mati di tong sampah"

Hati ini sangat sakit mendengar ucapan itu, hari terus berjalan, aku yang seharusnya menikmati masa kecil yang menyenangkan tapi harus dihadapkan dengan situasi yang sangat menyedihkan dan menyakitkan. Kalimat "Dasar anak pungut, uda bagus diurus tapi ga tau terima kasih! Kalau gue ga pungut, udah mati di tong sampah" itu selalu teringat di benakku yang membuatku untuk hidup mandiri, memaksaku untuk bisa mengatasi setiap masalah yang ada dengan harapan bahwa aku tidak mengecewakan orang tua angkatku nantinya. Ku berpikir hanya itu yang bisa kulakukan supaya orang tua angkatku setidaknya bisa menerima.

Ibuku juga selalu bilang "Jadi anak jangan nyusahin orang tua! Jangan suka nambah masalah, kamu itu anak pungut. Kalau sakit jangan ngerengek minta diurus" Kalimat itu sebagai pecut dalam hidupku, aku berjanji pada diri sendiri untuk bisa melakukan dan mengerjakan sesuatu sendiri dan tidak pernah mau merepotkan orang tuaku.

Berbagai tantangan kualami, pandangan miring dari lingkungan tetangga sekitar rumah dan juga pandangan miring dari keluarga besar kedua orang tua angkatku. Karena mereka tahu statusku sebagai anak adopsi maka aku juga dikucilkan oleh saudara sepupuku baik dari mama atau dari papa.
            Ketika aku beranjak dewasa, SD,SMP pun terlewati dengan kondisi yang bisa aku katakana sangat tidak aku harapkan. Terkadang aku melamun membayangkan teman-temanku. Alangkah bahagyanya mereka berangkat sekolah ada yang mengantar, mendapatkan kasih sayang dan yang buat aku semakin tergores hatinya ketika terjadi perkumpulan wali murid ibu angkatku tidak mau menghadirinya.
Katanya malu mempunyai anak pungut kaya aku. Memang ayahku tidak se kejam ibuku, sekali-kali pernah memberi aku uang buat jajan. Ayahku sebagai seorang pedagang usut tinusut mempunyai seorang istri lagi di kota. ayah angkatku pulangnya tidak menentu kadang 1 bulan sekali kadang bias nyampe 2 bulan baru pulang. Hubunganku dengan ayah angkatku pun terbilang kaku, dia tipe orang yang pendiam dan tidak begitu banyak bicara.
Ibuku sebetulnya ingin sekali menceraikannya tetapi apalah daya siapa yang menjadi tulang punggung keluarga ini. Jikalau menghandalkan uang kiriman dari kakaku yang ke-tiga pasti tidak mencukupi buat kehidupan sehari-hari.  aku ingin sekali mengetahui siapa ayah dan ibuku yang sesungguhnya. Sebetulnya terbesut juga keinginan untuk membahagiakan kedua orangtua angkatku untuk sekedar membuat dia tersenyum padaku pun susah bukan main.
Ketika aku duduk di kelas 2 SMA aku mengikuti lomba mametika karena mengikuti loba aku pulang pasti sore. Ibuku pun sering mengomel "jadi anak itu yang rajin, harus ngerti pekerjaan ruma'' akupun bilang aku akan mengikuti lomba bu, akan tetapi ibuku memaki dengan alas an apa untungnya lomba tidak menghasilkan uang tandasnya. Memang ibu angkatku bisa dibilang materialis terutama dalah hal uang. Singkat cerita akupun berhasil menjadi juara 2 dalam lomba itu. Ibuku yang mengetahuinya pun tersenyum kepadaku sembaru berkata "nah kaya gitu jadi gak sia-sia aku pungu kamu" medengar kata-kata itu akupun mencoba sabar karena kebetulan ada teman-temanku yang sedang main kerumahku. Untungnya aku mempunyai teman yang dibilang sangat baik kepadaku. Teman-temanku banyak yang mengetahui tentang ibu angkatku yang super menjengkelkan.
Teman-temanku pun cenderung kasihan terhadapku memang si banyak yang bilang kepadaku kalo butuh apa-apa bilang saja kita bias bantu kata mereka. Akan tetapi pengalam di masa kecilku selalu mengingatkan serta memaksaku untuk harus berbuat mandiri. Aku yakin suatu ketika aku bias sukses dan membuat orangtua angkatku kagum kepadaku.
            Waktu berjalan dengan begitu cepat, aku pun telah lulus sma. Kini aku bekerja di alfamart sebagai kasir. Gajihku pun tidak seberapa tapi ya aku syukuri cukup untuk menghidupi aku dan ibu angkatku di rumah. Ayah angkatku sekarang sudah mulai sakit-sakitan.
Anehnya ketika ayah angkatku jatuh sakit pasti pulang kesini tidak di rumah istri mudanya. Memang semenjak aku lulus sekolah ibuku tidak begitu bawelnya memarahi aku. Kini cenderung menurun tingkat emosinya mungkin karena factor usia yang sudah mulai menua.
Ketika ayah dirumah dan sakit akulah yang merawatnya, iya walaupun aku bukan anak kandungnya tetap aku masih bersyukur ada yang meng adopsiku walaupun tidak aku harapka kehidupan yang seperti ini aku alami. Ketiga kakak angkatku sangat tidak menyukai ayah angkatku. Ketika ayah di rumah pasti kakaku yang belum menikah enggan tidur di rumah. Aku sangat kasihan terhadap ayah angkatku. Ketika dia sedang sakit-sakitan ehh anak-anaknya tidak memerhatikannya. Mungkin itu semua terjadi karena ayah angkatku menikah lagi. Dan kasih sayang terhadap keluarganya berkurang.
            Sebagai seorang anak angkat akupun mengerti akan hak-hakku di rumah ini, singkat cerita ayahkupun meninggal. Kami pun tak sangat bersedih. Memang sih dalam hati aku tak begitu sedih mungkin karena kebenciaaanku terhadap ibuku. Akan tetapi akupun senantiasa mendoakannya.
20 tahun sudah aku lewati hidup ini tanpa aku mengetahui siapa sebenarnya ke dua orang tua kandungku. Hati ini tak hentinya mengeram dan menjerit ingin sekali aku bertemu ayah dan ibu kandungku yang telah melahirkanku. Suatu ketika aku pun memberanikan diri menanyakan sesuatu kepada ibuku. Sebetulnya akupun sudah siap mengambil resiko jika menanyak hal ini pasti ibu angkatku marah besar bahkan mungkin bias mengusir aku dari rumah ini, akan tetapi tekad ku pun sudah bulat aku ingin sekali menanyaka siapa sebetulnya orang tuaku. Ketika selesai pulang dari pekerjaanku akupun memasak sembari membersihkan rumah. Setelah selesai membuat masakan akupun memangggil ibu angkatku untuk mengajak makan bersama sambil menonton tv "bu, ini aku masakin nasi goring ayok kita makan bareng" ibuku pun mau makan bersamaku. Kemudian sambil makan aku bertanya "bu, boleh nggak aku nanya suatu hal" sambil meluluhkan hatinya akupun berbicara panjang lebar mengenai kehidupan teman temanku yang punya orang tua kandung. Ibuku pun menangi sembari memeluku. Beliau Minta maaf terhadapku selama ini telah memaki memarahi aku. Aku pun bilang "iya bu akupun minta maaf selama ini banyak nyusahiin ibu" ibukupun menceritakan tentang semuanya saat dia mengadopsiku. Bahkan ibukupun tidak tahu siapa sebenarnya ibu kandungku sebetulnya. Yang dia ceritakan ibu kandungku tidak sanggup menghidupi kelak. Kata dia ayah kandungku telah meninggal dunia sebelum aku lahir.
Alangkah teririsnya hati ini, perasaan yang sangat sangat tidak aku inginkan. Rasanya ingin segera meninggalkan dunia ini. Sempat berkata kenapa tuhan tidak adil terhadapku, kenapa aku harus mengalami semua ini, kenapa orang tuaku begitu kejam terhadapku. Akupun segera memeluk ibu angkatku sambil berkata "ibu aku udah gak punya siapa-siapa lagi keculai ibu" ibu angkatkupun tanpa aku sadari meeluku dengan eratnya sembari menangis terseduh-terseduh sembali berkata "berulang-ulang maafkan ibu nak, maafkan ibu nak"
Semenjak kejadian itupun aku dan ibu angkatku mulai harmonis. Sekarang ketiga kakak angkatku sudah memppunyai rumah tangga masing-masing. Tinggal aku yang belum menikah. Ibuku pun berpesan jika aku menikah dia harap aku tetap di tinggal bersamanya.